Senin, 28 Maret 2011

Film Produksi MPA Belum Diputar di Indonesia


Jakarta, CyberNews. Motion Picture Association (MPA) masing menghentikan peredaranya sejumlah filmnya untuk wilayah edar di Indonesia. Tercatat, sebagaimana dikatakan pemerhati film Yan Widjaja, sejumlah film unggulan seperti Transformer 3Harry Potter 7 part 2Kungfu Panda 2Pirates of Carribean 4,Captain AmericaSupermanSpiderman 4, dan sejumlah film lainnya, tidak akan diputar di Indonesia, "Sampai kesepakatan antara MPA dan pemerintah Indonesia tercapai," katanya di Jakarta, Senin (14/3).
Terhitung sejak Direktorat Jenderal Bea Cukai menerapkan peraturan bea masuk atas hak distribusi sejak Januari 2011, atau royalti karya cipta sebesar 10% kepada setiap film impor, diluar pajak yang telah berlaku lainnya. Yaitu pajak tontonan dan bea masuk sebesar 27%, MPA yang anggotanya rumah produksi raksasa seperti Paramount Pictures Corporation, Sony Pictures Entertainment Inc., Twentieth Century Fox Film Corporation, Universal City Studios LLLP, Walt Disney Studios Motion Pictures, dan Warner Bros. Entertainment Inc, langsung menghentikan peradaran filmnya di Indonesia.
Setelah tiga film yang bernaung di bawah MPA yaitu True Grith127 Hours dan Black Swan benar-benar tidak ditayangkan, kini sejumlah film unggulan lainnya, tampaknya akan bernasib serupa. Padahal, imbuh Yan, sepanjang tahun 2010 kemarin, sebagaimana data yang dia dapatkan, dari 100 film yang diputar dan diedarkan jaringan bioskop di Indonesia, 40% adalah produksi MPA, sisanya 25% adalah film nasional, 35% film indie (independen) produksi Amerika Serikat diluar MPA, Hong Kong, India, dan Eropa, katanya.
Hutang Pajak
Jika kesepakatan antara MPA dan Pemerintah Indonesia belum tercapai, maka dapat dipastikan yang paling merugi adalah pemilik bioskop, yang notabene, sebagaimana dikatakan Ketua Gabungan Perusahaan Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI), Djonny Syafruddin, paling dirugikan secara bisnis. Karena, katanya, penyokong utama bisnis bioskop di Indonesia adalah keberadaan film impor. "Karena pada saat bersamaan trend film nasional sedang menurun akhir-akhir ini," katanya di kesempatan berbeda.
Sementara pada saat bersamaan per-Sabtu atau tanggal 12 Maret, kemarin tenggat yang diberikan pemerintah kepada 3 importir film nakal, yang belum menyelesaikan kewajibannya membayar pajak, diantaranya Camilla Internusa, Satya Estetika telah terlewatkan. Dan pihak Jaringan Bioskop 21 yang notabene mempunyai tunggakan utang pajak sebesar 30 milyaran rupiah, plus denda sebesar 100%, dan menjadi sebesar 310 milyar rupiah, juga belum melunasi kewajibannya.
Menurut Yan, keengganan pihak 21 melunasi tunggakan itu, karena menilai tidak ada satupun peraturan pemerintah tentang pajak, benar di mata 21. "Jangankan membayar yang 310 milyar rupiah, membayar yang 30 milyar saja pihak 21 emoh," katanya. Oleh karena itu, sebagaimana hukum yang berlaku, pihak 21 akan mengajukan banding di pengadilan pajak. Meski syarat untuk mengajukan banding ke pengadilan pajak, harus melunasi separuh dari hutang pajak, yaitu 150 miliar rupiah.
Jadi, dalam waktu dekat ini, sangat dimungkinkan Dirjen Pajak akan melakukan sita jaminan atas hak kepemilikan 21, jika belum menyelesaikan kewajibannya kepada negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar